Sabtu, 07 Juni 2008

DIJODOHKAN

Sinar matahari pagi yang hangat menyusup masuk ke sebuah kamar melalui celah-celah jendela, membuat sesosok tubuh yang meringkuk di tempat tidur sedikit menggeliat. Tapi pemilik mata sembab tersebut tidak terusik, begitu lelap-lenyap dalam dunianya. Dunia mimpi.
Bagaimana tidak, semalam dia baru tidur pukul tiga subuh!
Seusai makan malam bersama, kedua orang tuanya memanggilnya ke ruang tamu untuk bicara.
“Yun, sebenarnya sebelum kamu lahir ayah mengikat perjanjian dengan pak Joko. Kamu mungkin tidak ingat, beliau pernah ke sini saat kamu berusia tujuh tahun.”
Malam itu ayah berada dalam bus kota dalam perjalananku rumah nenekmu di Pamekasan Madura. Ayah duduk di samping pak Joko. Pak Achmad menarik napas dalam-dalam sebelum meneruskan penuturannya.
“Kami sempat berbincang-bincang, ia hendak pulang dari perjalanan bisnisnya di Jawa ke rumahnya yang ternyata juga di Pamekasan. Hanya berbeda kecamatan saja dengan rumah nenekmu. Tak dinyana saat hendak membayar ongkos, ayah tak juga menemukan dompet di saku ayah. Rupanya ayah telah kecopetan, tapi lelaki yang baik hati itu meminjami ayah uang.”
Setelah kejadian itu kami terlibat dalam perbincangan yang lebih hangat. Dan taulah ayah bahwa istrinya juga sedang mengandung seperti ibumu. Entah siapa yang memulai, akhirnya kami sepakat untuk menjodohkan kalian bila dewasa nanti. Pak Joko menghentikan kisahnya untuk melihat reaksi anak perempuan semata wayangnya.
Dilihatnya Yuniar tak bergeming dari sikap duduknya semula, mimik wajahnyapun tanpa ekspresi. Hening beberapa saat.
“Semula ayah kira hanya bercanda, tidak serius. Tapi tidak begitu dengan pak Joko yang kembali mengungkitnya. Ketika berkunjung kemari sebelas tahun yang lalu tersebut,” lanjut pak Achmad dan memecah keheningan, “Yun... usia kamu sudah 18 tahun. Setelah ini kamu akan lulus SMA. Ayah ingin kalian bertemu, dan selanjutnya terserah kalian.”
Ruangan itu kembali sunyi. Hanya suara serangga-serangga kecil yang terdengar dari kejauhan. Pandangan yuniar beralih dari ayahnya ke ibunya yang membisu sejak tadi.
“Ayah-ibu, Yuniar ke kamar dulu,” hanya itu yang keluar dari bibir mungil tersebut.
**********

Sesampainya di kamar, Yuniar tak dapat membendung air matanya lagi. Sampai larut malam setelah air matanya kering, Yuniar masih terjaga memikirkan kata-kata ayahnya tadi.
Tak sedikitpun Yuniar pernah membayangkan ini akan terjadi di hidupnya. Dijodohkan. padahal selama ini orang tuanya tersebut juga tidak terlalu ‘jadul’ (jaman dulu) biarpun tegas. Bagaimana ia harus menikah dengan lelaki yang tak dikenalnya, tidak dicintainya. Yah, walaupun masih beberapa lagi dan masih ada waktu untuk saling mengenal atau membatalkan tapi...
Arrgggghhhhhhhhh...!!!
**********

Saat cahaya matahari mulai terasa hangat menerpa wajahnya, barulah yuniar trebangun dari tidurnya. Waduh sudah jam 08.00 WIB. Untung saja hari Minggu jadi tidak terlambat sekolah. Gara-gara mimpi buruk pasti – masak sich?
“Astaghfirullah hal’adzim..., nggak sholat Subuh dech.”
“Bun, kok nggak mbangunin Niar sich?” tanya Yuniar pada ibunya setelah mandi dan kini berada di depan meja makan.
“Ya, habis, tadi udah bunda bangunin nggak bangun-bangun.”
“Tumben bunda masak banyak banget, mau ada arisan ya bun?” cerocos Yuni ketika meja makan hampir penuh dengan berbagai macam hidangan. Eh, tiba-tiba perut Yuni jadi keroncongan – maap.
“Kan pak Joko dengan anaknyaitu mau berkunjung hari ini, sekitar jam makan siang” sahut ibunya sambil terus membereskan ini-itu.
Seketika nafas Yuniar seperti terhenti, jantungnya berdegup lebih kencang 10 lipat dari biasanya. Jadi semalam itu nggak mimpi ‘ta??!
“Ah jangan bengong aja, bantuin ibu kek! Atau ganti baju kamu itudengan yang lebih pantas dan dandanlah sedikit biar nggak malu-maluin ibu!”
Waktu terasa begitu cepat berlalu hari itu bagi Yuniar. Saat ayahnya pulang lebih cepat pada waktu makan siang,saat dirinya dengan terpaksa mengganti kaos oblongnya dengan kemeja biru kesayangannya. Yuniar gugup sekali, seperti apa sich anaknya pak Joko itu?
**********
Bersambung lain hari...
Created By Elivatur Rosyida X.5
Edited by An'im

Tidak ada komentar: